Kamis, 07 Mei 2015

Aku ingin jadi pengetahuan

Oleh: Muhammad Yunus
(Mahasiswa tahun pertama STF Al-Farabi Kepanjen Malang)
 
Beberapa tahun lalu, aku sempat bertanya pada waktu,,,,  kapan ia akan mempertemukan ku dengan diriku sendiri, karena saat itu, aku merasa kehilangan diriku sendiri, kehilangan orientasi hidup yang semakin hari kian gamang kelihatannya.  saat itu, Bagiku hidup tak lebih dari sekedar urutan dari keadaan lahir kemudian hidup menggembel sebagai orang pinggiran  lalu tua  dan mati. Begitu menyedihkan hidup yang demikian,,,,  aku berharap cukuplah aku saja yang merasakannya.
 
Melalui tulisan ini, aku ingin mengajak anda menemaniku kembali mengeja perjalanan hidupku, menceritakan lingkungan tempat ku bermain waktu kecil sampai pada titik waktu dimana bulan sabit menjadi purnama setelah cahaya matahari menyinarinya sepenuh diri. Waktulah yang telah mempertemukanku dengan semua ini, waktulah yang ditugaskan mempertautkan diri dengan rindunya dan menemukan muara tempatnya berhenti kemudian mengambang dengan tenang dan berharap menjadi ketenangan itu sendiri. hanya saja kita sebagai  manusia sering alpa pada usaha, karena yang kita cari tidak datang sesuai kehendak diri.
 
****

Hidup itu memang tidak selalu mulus kawan,,,,apalagi  semulus pahanya miyabi,,, hidup itu persis seperti jalan sempit  yang ada didepan rumah nenekku,,,, katanya,, jalan itu, dari dulu memang demikian adanya,,,,,  mulai dari zaman politik Devide at ampera  sampai zaman politik etis,,, mulai dari zaman penjajahan belanda yang ugal-ugalan  sampai  zaman penjajahan terselubung, yang terbungkus  janji surga dan ancaman neraka,  jalan itu masih tetap seperti dulu, tetap seperti rel kereta api,,,,

Pernah suatu  hari,,, ketika aku jalan santai bersama sang wanita idaman “””,,,, , tiba-tiba,,,, tanpa hujan tanpa angin aku terpeleset dan jatuh,,,    ‘’’ kepalaku bocor karena terbentur batu kerikil ,,, ‘’’ karena memang,,,  kerikilnya keras dan tajam,,, “””” ahirnya,,,  dengan segenap kebencian yang kumiliki,,, “””aku berteriak,,, mengutuk jalan itu,,,, beserta  orang-orang yang berjanji untuk memperbaikinya….  Tapi ,,,  mau bilang apa lagi,,,, wong namanya saja anak batu,  teriak sekeras apapun sampai urat leher kita putus juga gak didenger,,,,, dihina dengan gaya apa saja,  dia tetap saja seperti batu…. diam gak mau tau,,,, ‘’’ masak jalan kaki santai saja bisa terpeleset,,,,  “”” apalagi kalo helykopter yang mendarat , bisa-bisa,,,  kerikil yang berserakan dan tajam itu,,  melayang berhamburan seperti  ribuan peluru yang melesat di medan perang..
Jadi begitulah,,, aku hidup disebuah desa  yang agak jauh  dari keramaian, namun tidak terpencil dan jauh dari peradaban, sama sekali tidak. Desaku tergolong desa yang berperadaban tinggi,,,,  jika tolok ukur sebuah desa dikatakan berperadaban adalah, yang masyarakatnya rata-rata  punya  rumah mewah dan mobil mewah,,, yang  masyarakatnya rata-rata menyandang gelar sarjana tapi bodoh-bodoh dan pemuda-pemudinya sudah merasa gaul... 
 
Oke baiklah,, supaya anda tidak penasaran dan bertanya-tanya,,, akan ku ceritakan sedikit tentang desa ku berikut kriteria penghuninya.
 
Masyarakat didesaku,  jika dilihat dari segi ekonomi,,,,,, orang disana rata-rata orang miskin, mata pencarian utamanya adalah BLT dan BURUH TERBANG alias TKI/TKW, selebihnya jadi tukang minta-minta, pemulung ,  tukang tipu, tukang  fitnah dan tukang-tukang yang lain,,, kadang-kadang, dalam benakku terbersit ide besar, yaitu, bagaimana kalau aku  mengembangkan ideology pluralisme dalam bidang profesi didesaku,,,, ‘’’ karena potensinya untuk berkembang sangat besar… dan tentu saja dengan kalkulasi…. Saya akan diangkat jadi pahlawan HAM,,, karena telah membela mereka atas dasar kebebasan… tapi,,, pertanyaannya adalah,,, apakah kebebasan itu ada? Jika ada, kebebasan yang bagaimana yang seharusnya kita gelar dibumi Indonesia ini,,, apakah bebas sebebas-bebasnya,,,, atau pada hal-hal tertentu saja? Hal inilah yang perlu kita gali jika ingin melihat demokrasi yang sehat terselenggara dengan baik dan massif…. 

Jika dilihat dari sisi religius, masyarakat didesaku persis seperti masyarakat polis yunani kuno sebelum kelahiran thales bersama filsafat alamnya, yang  mengoyak-oyak mitologi yunani dan menggiringnya menjadi lebih logis. Persis sekali..!!!! kadang-kadang aku senang juga melihat tingkah aneh masyarakatku,,,, aku merasa punya tontonan yang berkualitas,,,  karena memang,,, jika nonton tivi,,, jarang sekali ada suguhan tontonan yang sesuai dengan fakta sebenarnya,,,, malah yang banyak ditayangkan adalah,, tayangan-tayangan yang memanjakan imajinasi kosong penuh hayalan,,,, lebih-lebih tayangan sinetron yang banyak digandrungi para sarjana dewasa ini,,,, makanya kadang aku merasa senang,,, menikmati fenomena-fenomena masyarakat  yang seperti itu, misalnya dalam hal beragama,,,, ketika  bulan maulid datang,,,, Satu desa berbondong-bondong  menggali lobang,,, alias NGUTANG, demi ngadain selametan dirumahnya,,,, belum lagi ketika datang musim haji, satu kampung , berbondong-bondong datang kerumah tetangga dan khusyuk dengan lantunan pujian al-barzanjinya,,,  datang lagi pesta demokrasi,,,, atau pemilihan umum, entah itu pemilihan presiden,,,, gubernur,,,,, bupati… kadus atau pun kades…  satu kampung mulai morat-marit gak karuan, biasanya,,, masa-masa ini,,,  suasananya bener-bener kacau,,,, yang diributkan bukan masalah kemajuan atau integritas dan kapabilitas sang calon,,, tetapi ribut bicarain taruhan,,,  ahirnya akupun hanya heran dan bertanya, apa benar ini yang didapat dari pelajaran mereka waktu ngaji satu bulan sekali,,  apa mungkin tareqat mereka mengajarkan demikian,,,, pertanyaan ini selalu bermain-main dalam benakku…..
 sebenarnya aku tidak su’udzon pada tareqat itu,,, Cuma,,, aku hawatirnya,, masyarakatnya yang tidak nutut pada substansi ajaran tareqat mereka,,,, betapa tidak,, didesaku hampir 80% ikut tareqat,,, jadi wajar dong aku penasaran…. Dan curiga pada mereka…

Karena selau didera kebingungan dan dihantui rasa penasaran hebat luar biasa,, bahkan hampir membuatku  gila.. ahirnya aku putuskan untuk pergi bertanya kepada seorang  guru spiritual dan intelektual di desa tetangga, yang agaknya masyarakat disana sudah mengalami Renaisance dan Reformasi.

#####

“Ada masalah apa dik…?
Koq wajahmu kelihatan kusut dan kurang bersemangat,, ”sapa sang guru padaku sekaligus membuka obrolan kami sore  itu…
“hehh anu pak… jawabku terbata-bata,,, sebenarnya ini bukan masalah besar pak,,, karena bagiku,,, sebesar apapun masalah itu,, tidak akan mengalahkan  ke maha besaran tuhan,,,
Lantas ada apa,, sehingga wajah mu begitu mendung,,, semendung gumpalan awan yang menawan senja pada hari  ini,,,
,, ini menyangkut masyarakat yang ada didesa saya pak… ”ujarku terus terang”….
Kenapa dengan masyarakatmu? Tanya sang guru ingin tahu……,,,,,
Orang-orang dikampung saya itu, hampir 80% ikut tareqat,,,
dari beberapa literatur yang saya baca,,, katanya,,, Tareqat itu adalah,,, salah satu jalan yang akan mengantarkan seseorang untuk lebih dekat dengan tuhan,,,   tapi aku masih ragu dengan pendapat ini pak,,, mengingat fenomena masyarakat  saya yang demikian,,,, , seakan-akan apa yang saya baca dengan apa yang terjadi dalam kehidupan nyata terjadi kesenjangan yang menganga ,,,  yang ingin saya tanyakan adalah,,, apakah tareqat yang saya baca itu berbeda dengan yang diikuti oleh masyarakat saya,,,,” tutur ku jujur pada sang guru”””
,,,ooo… respon sang guru,,, mengangguk-nganggukkan kepala,,, sebagai pertanda,, beliau mengerti dengan yang kusampaikan tadi,,,
Jadi,, itu maslahnya,,, katanya enteng,,,  tanpa beban 
“’Apa nama tareqat yang diikuti masyarakatmu itu,,, Tanya  sang guru lagi padaku…
Kalo gak salah,, namanya,,, tareqat Al-Qadiriyah wa NaqSabandiyah.,,,  ceritaku mantap pada sang guru..
“ooo,,, yayaya saya tau, saya tau,,, sebenarnya tareqat itu bagus,,, tareqat itu merupakan gabungan dari tareqat Al Qadiriyah rintisan Syaikh Abdul Qadir Al-Jaelani dengan Tareqat An-Naqsabandiyah,,, yang dinisbatkan pada pendirinya Syaikh Muhammad Baha’uddin An-Naqsabandi… 
“lalu kenapa koq masyarakat didesa saya itu tidak bagus pak,,,kalo memang ajarannya bagus? saya seakan menemukan kontradiksi disitu,,,, ungkapku pada sang guru, mencoba berdialektika….
“”” biasanya memang demikian,,,, sambung sang guru mantap, sembari menyalakan rokok,,,, “ loh kok bisa begitu pak,,,, responku penuh keheranan,,,
 
aku kok masih janggal dengan pernyataan sampean,,, sambungku lagi setelah  beberapa menit suasan hening mengelilingi kami,,, jika memang hal yang seperti itu sudah menjadi tradisi, kenapa dibiarkan begitu saja,,, kenapa tidak segera di klarifikasi,,,, supaya masyarakat benar-benar konsisten menjalankan ajaran tareqatnya,,, kalo dibiarkan begitu saja,,, bukankah nanti,,, ajaran, amalan dan ilmu-ilmu yang didapat itu,, hanya menjadi isapan jempol belaka,,, jika demikian,,, apa bedanya mereka dengan jutaan orang diluar sana,,, yang malas memakai akal sehatnya untuk berpikir,,, apa bedanya mereka dengan ribuan orang yang bergelar guru besar, ustadz, atau apa saja, tapi tidak sesuai dengan gelar yang disandangnya…
 
Iya-iya yayaya,,,,, angguk sang guru,, sembari tangannya menjulur,,, meraih  asbak guna membuang abu rokok,,,,   seingat saya,, belasan tahun lalu…  ketika masih duduk dibangku kuliyah seperti kamu ini,,, saya sempat menulis artikel,,, hheh maklum waktu itu sikap kritisnya baru tumbuh,,, jadi kesannya itu,, pengen ngritik terus,,,, sela sang guru,,,, melontarkan joke… terus isi artikel itu apa pak,,,  tanyaku yang dari tadi tidak sabar ingin mendapatkan inspirasi baru dan sentuhan-sentuhan yang mencerahkan dari tulisan sang guru….
 
Jadi,, ceritanya begini,,,, waktu itu,,, ada seorang teman berbicara masalah ilmu,,, katanya,,, ilmu itu diatas segalanya,, lalu saya bertanya,,, ilmu yang dimaksud dalam hal ini ilmu yang bagaimana?... lalu beliau menjawab dengan enteng,,, yaa semua ilmu…  mendengar jawaban itu,, saya merasa tidak puas,,, karena pada saat itu,,, obrolan kami terputus oleh waktu kuliyah,, ahirnya,,, kami menyambungnya pada pertemuan yang lain,,, saya memulai keberatan saya terhadap opini teman saya itu dengan fakta bahwa kesenjangan antara pengetahuan dan perbuatan,,  mengingat banyak sekali orang dikatakan berilmu tapi masuk penjara,,,, setelah mendengar sanggahan saya,,, lalu beliau memberikan penjelasan bahwa sejatinya,,, orang berbuat demikian karena tidak megamalkan ilmunya,,, berarti pungkasku,,, menyambung pembicaraan,,, bukan ilmu diatas segalanya,,, tapi amal,,, hanya saja,,, amal tanpa ilmu akan  buta,,, dan  begitupun sebaliknya ilmu tanpa amal akan pincang,,, maka ratikel yang kumaksud tadi adalah hasil diskusi ringan dengan temanku itu,, yang ku tulis,,lalu aku temple di madding kampus….  setelah kami sepakat dalam hal ini… datang lagi seorang teman berbicara masalah kesalah pahaman masyarakat yang ada didesanya,,,, persis seperti yang kamu ceritakan itu,,,, maka dari cerita juga saya perluas isi dan pembahasan dalam tulisan saya itu,,,  jadi sebenarnya masalah didesamu itu berasal dari kurangnya pemahaman mengenai tareqat itu sendiri,,,, makanya saya sering bilang sama orang-orang disini bahwa Spiritualitas yang benar itu berawal dari intelektualitas,
###

adzan magribpun  menggema membahana menembus cakrawala,, memenuhi lorong kecil sederhana hingga menembus jauh kedalam jiwa,,,,
setelah selesai shalat berjamaah bersama sang guru dan masyarakat desanya,, saya pamit untuk pulang,,, dengan alasan masih banyak tugas yang harus diselesaikan,,, termasuk tugas dari sang guru sendiri,, yaitu tugas untuk setia menjaga kesadaran diri supaya janganlah tujua kita belajar adalah hanya unutk menguasai pengetahuan semata,, tapi yang paling penting adalah BAGAIMANA CARA KITA MEMBUAT DIRI KITA MENJADI PENGETAHUAN ITU SENDIRI.

Bersambung..…

Malang, Kamis - 30 – 04 – 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar